Latar Belakang dan Sejarah Pendirian

Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, khususnya pada pasal 55 menghendaki bahwa akreditasi nasional untuk program studi dilaksanakan oleh Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM). Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi (BAN-PT) yang sebelumnya melaksanakan akreditasi program studi, dengan kebijakan tersebut, lebih berfokus pada pengembangan sistem akreditasi nasional dan melakukan akreditasi pada level institusi pendidikan tinggi. Atas dasar amanat undang-undang tersebut, maka pada tahun 2013, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (KEMENRISTEKDIKTI) melontarkan gagasan awal tentang pembentukan LAM, termasuk LAM untuk program-program studi teknik. LAM untuk rumpun program studi teknik waktu itu dicita-citakan menjadi lembaga yang tidak saja mampu melaksanakan akreditasi nasional bagi program studi, namun diharapkan juga mendapatkan pengakuan secara internasional demi meningkatkan mutu pendidikan nasional serta kualitas daya saing para sarjana teknik Indonesia.

Berangkat dari cita-cita tersebut, maka pada tahun 2013 dibentuklah sebuah Komite Pengarah (Steering Committee) yang ditugaskan untuk mempersiapkan pembentukan suatu lembaga akreditasi prodi teknik yang bertaraf internasional dan mendapatkan status keanggotaan di dalam salah satu perjanjian internasional bidang pendidikan keteknikan di bawah International Engineering Alliance (IEA), khususnya Washington Accord (WA). Dengan difasilitasi oleh perjanjian bilateral antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Jepang melalui JICA project, Komite Pengarah mulai bekerja dengan  pendampingan dari Japan Accreditation Board for Engineering Education (JABEE). Lembaga akreditasi mandiri untuk prodi-prodi teknik tersebut selanjutnya diberi nama Indonesian Accreditation Board for Engineering Education (IABEE).

Dalam perkembangannya, pada Agustus 2016 Ditjen Belmawa menandatangani Nota Kesepahaman dengan Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) untuk bersama-sama mengembangkan dan menyerahkan IABEE di bawah payung organisasi PII. Hal ini ditempuh, salah satunya karena IEA mensyaratkan bahwa lembaga yang berkeinginan untuk bergabung di dalamnya harus berstatus lembaga non-pemerintah yang diakui otoritasnya untuk menyelenggarakan akreditasi di dalam wilayah yurisdiksinya. PII dipandang sebagai mitra yang strategis bagi pengembangan lembaga akreditasi prodi teknik karena status PII sebagai organisasi wadah berhimpun insinyur Indonesia yang melaksanakan mandat penyelenggaraan keinsinyuran, sesuai amanat Undang-Undang No. 11 tahun 2014 tentang Keinsiyuran. PII sendiri memandang bahwa memajukan profesi keinsinyuran lndonesia perlu dimulai dari hulunya, yaitu melalui sistem penjaminan mutu eksternal (akreditasi) terhadap program-program studi keteknikan di tingkat pendidikan tinggi.


Sejarah Pendirian IABEE

IABEE sebagai lembaga akreditasi yang melaksanakan akreditasi prodi bertaraf internasional kini bernaung di bawah organisasi induk PII sebagai sebuah Badan Tetap yang memiliki otonomi (bersama LAM Teknik yang didirikan kemudian, pada 2021). Sejak melaksanakan akreditasi pertama kali pada tahun 2016, IABEE telah berhasil menjadi anggota penuh (full signatory) Washington Accord (akreditasi prodi sarjana teknik) di tahun 2022, setelah sebelumnya berhasil mendapatkan status keanggotaan provisional signatory pada 2019 dengan nominasi dari JABEE (Jepang) dan ABET (Amerika Serikat). IABEE juga telah memperoleh keanggotaan full signatory pada Seoul Accord (perjanjian multilateral di luar IEA untuk akreditasi prodi sarjana bidang IT/computing). Sejak tahun 2022, IABEE dengan dukungan Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (DIKSI) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (KEMENDIKBUDRISTEK) tengah merintis jalan guna mendapatkan keanggotaan dalam Sydney Accord dan Dublin Accord guna menyelenggarakan akreditasi bertaraf internasional bagi prodi-prodi sarjana terapan teknik pada jenjang diploma 4 dan diploma 3.

Kriteria akreditasi yang dikembangkan oleh IABEE mengacu kepada kebijakan-kebijakan yang disepakati di dalam perjanjian-perjanjian internasional untuk akreditasi program pendidikan. Sebagai konsekuensinya, masih terdapat kemungkinan bahwa kriteria tersebut tidak sepenuhnya mencakup dan sebangun dengan standar-standar nasional pendidikan tinggi di Indonesia. Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa progam-program studi yang terakreditasi IABEE juga memenuhi standar pendidikan tinggi secara nasional, IABEE mengambil kebijakan bahwa program studi yang mengajukan akreditasi IABEE harus terlebih dahulu telah terakreditasi secara nasional dengan peringkat yang cukup tinggi ataupun tertinggi.

Sesuai dengan prinsip-prinsip yang dipegang erat di dalam international education accords di atas, maka program studi yang diakreditasi IABEE di wilayah yurisdiksi IABEE (Indonesia) secara otomatis mendapatkan pengakuan ekivalen secara substansial (substantially equivalent recognition) dari seluruh negara anggota accords tersebut.

Milestones Perjalanan 10 tahun IABEE

Perjalanan dan capaian-capaian IABEE sepanjang 10 tahun terakhir, dari tahap awal pendiriannya di tahun 2013 hingga akhir tahun 2023 tergambarkan melalui ilustrasi lini masa berikut. Sebagaimana dijelaskan di atas, pada tahun 2024 IABEE berhasil menempuh capaian baru dengan meraih keanggotaan full signatory pada Seoul Accord. Selanjutnya, target capaian dalam waktu dekat ini adalah meneruskan rintisan jalan untuk meraih keanggotaan full-signatory pada Sydney Accord dan Dublin Accord demi kemajuan pendidikan teknik di Indonesia, khususnya rekognisi internasional bagi prodi-prodi sarjana terapan teknik pada jenjang diploma 4 dan diploma 3.


Milestones Perjalanan IABEE